JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Konsep Kampus Merdeka yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, dengan mengawinkan antara dunia pendidikan dengan industri perwujudan dalam kebijakan Kampus Merdeka akan sulit dilakukan.
Pemerhati pendidikan, Nanang Martono memaparkan, aplikasi konsep Kampus Merdeka akan terbentur dengan program studi (prodi) yang memang menuntut secara teoritis.
Dia mencontohkan, konsep Kampus Merdeka tidak bisa diterapkan pada produk mateimatika, biologi, sosiologi, dan ilmu politik.
“Prodi tersebut karena mengarah pada pengembangan keilmuan, bukan pengembangan keterampilan kerja. Jadi secara praktis konsep (Kampus Merdeka) masih sulit dilakukan,” kata dia, kemarin (9/2).
Dia menilai, mahasiswa yang telah menempuh tujuh semester terkadang masih kesulitan memahami teori-teori dasar, apalgi waktu belajar mereka harus dipoting dua semeste untuk mencari pengalaman di luar kampus.
“Untuk prodi-prodi ilmu terapan, ide tersebut sangat sesuai ketika pengalaman atau kecakapan kerja atau praktik menjadi kunci utama kompetensi lulusannya,” jelas jebolan Doktoral Sosiologi Pendidikan di Université de Lyon, Prancis itu.
Nanang juga mengkritisi Kampus Merdeka akan membatasi perluas akses pendidikan bagi masyarakat kelas bawah. “Kampus Merdeka secara eksplisit hanya menyinggung masalah format belajar di PT (perguruan tinggi), yang diklaim Mendikbud menjadi lebih fleksibel karena mahasiswa menjadi lebih bebas belajar di kampus,” papar dia.
Dia menjelaskan, kebijakan membadanhukumkan (BH) PTN, akan akan memberikan peluang kepada setiap kampus untuk mengatur kebijakan internal secara mandiri, termasuk dalam masalah keuangan.
“Sehingga kampus pun bebas menentukan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang wajib dibayar mahasiswanya,” terang dia.